Nyanyian Pujian Maria
Karya : Pambudi Nugroho – Dapur Teater PRPO 1995
Ide Ceritera dari : Puisi Nyanyian Angsa WS. Rendra
Ide cerita : Lukas 1 : 46 53
Wali negeri : Wali Negeri berkata kepadanya :
Sudah berapa lama kamu mengandung
Padahal, kau belum bersuami.
Aku tak peduli.
Tapi, kau harus disensus !
Bila tidak ! KAU DIHUKUM MATI.
Maria : ( Jiwaku memuliakan Tuhan
Dan hatiku bergembira,
Karena Allah , Juruselamatku.
Maria Yusuf namaku.
Anak perawan benar perawan
Dari Nazareth )
Narator I : Difajar angin dingin berhembus
Ayam jantan berkokok.
Matahari masih terlelap di pembaringannya
Maria Yusuf tinggalkan Nazareth.
Diiringi hiruk pikuk.
Maria-Yusuf tak banyak komentar,
Sebagai warga yang baik.
Sensus harus dihadiri.
Dibetlehem, kota lahir nenek moyang
mereka , Daud.
Mereka tiba didaratan Yizreel yang molek
Daerah ini dikenal sebagai lumbung
Palestina.
Nampak hutan hijau membentang.
Air yang segar, hamparan permadani.
Bunga bunga liar.
Maria terkenang akan rumahnya.
Narator II : Mil dan Mil merambat.
Hari hari berlalu
Memasuki wilayah megido
Sebuah kota di Israel.
Melenggang mendaki gunung.
Mereka melewati desa Nain
Dengan iklim yang sejuk.
Dirumah petani gurem
Mereka menginap.
Hari sabat mengintip diujung fajar.
Perjalanan ditiadakan.
Tradisi sabat mesti dipatuhi.
Maria Yusuf sujud menaikkan mazmur.
Maria : ( Sebab Ia telah memperhatikan
Sesungguhnya, mulai sekarang
Segala keturunan akan menyebut aku
Berbahagia.
Maria- Yusuf namaku
Anak perawan penuh bunga
Dari Nazareth )
Narator I : Debu debu melayang tak karuan
Matahari sombong pancarkan sinar
Setengah perjalanan terlewati.
Kota Shomron dan Sebaste
Tembok tembok Israel kuno,
Dengan bangunan bergaya Yunani.
Kota yang kotor
Bagi mereka.
Sepuluh mil sebelah selatan.
Kota Sikhem yang kaya.
Dan padat penduduk yang angkuh.
Yusuf mulai cemas akan keadaan Maria
Yang sedang hamil tua.
Lalu mereka pergi kepada Dokter
kandungan.
Banyak antrian Ibu hamil menunggu.
Persis , orang beli karcis bioskop.
Orang orang menatap sinis.
Saling berbisik tak bersahabat.
Melirik dari ujung kaki sampai rambut.
Tetapi suster muda yang iba
menariknya.
Ia diberi giliran lebih dulu.
Walapun orang-orang kesal memprotesnya.
Dokter : Maria- Yusuf,
Berapa banyak uangmu ??
Maria : Tidak punya
Narator I : Dokter tersenyum pahit dan menyuruhnya
pergi.
Dengan kaget jururawat menghampiri dokter.
Jururawat : Dokter, mengapa tak jadi memeriksa ?
Tanya jururawat merasa Iba.
Dokter : Untuk apa ?
Ia tak bias bayar.
Dan lagi sudah jelas obat kita mahal
Yang diimport dari luar negri ?
Maria : ( Ia memperlihatkan kuasaNya
Dengan perbuatan tangan-NYA dan
menceraiberaikan orang-orang yang
congkak hatinya.
Maria-Yusuf namaku.
Anak perawan samudra kasih dari
Nazareth )
Narator II : Panas begitu membakar
Matahari tetap dipuncak langit.
Maria-Yusuf berkeliling kota Silo yang baru.
Dengan bangunan-bangunan yang hancur.
Dan mezbah-mezbah yang gugur.
Hati Maria berdebar debar
Ketika dia teringat sedang mengandung
Juruselamat, Rakyatnya.
Tabut yang hidup.
Tabut perjanjian yang dulu raib dikota ini.
Sekarang ada dalam kandunganNya.
Narator I : Akhirnya merekapun tiba di Bethel
Dikejauhan kira-kira 10 Mil
Kota suci Yerusalem terlihat.
Puncaknya kemilau bermandikan sinar
mentari.
Maria-Yusuf berhenti sejenak
Untuk Berdoa.
Maria : ( Karena yang maha kuasa
Telah melakukan perbuatan besar
kepadaku, dan namaNYA adalah kudus.
Maria-Yusuf namaku.
Anak perawan mawar putih dari Nazareth )
Narator I : Sejuk angin sore menerpa dedaunan
Pasangan yang kepayahan terus berjalan.
Bagai keledai yang lapar.
Yerusalem penuh sesak serdadu Romawi
Ketika keluar dari Yerusalem,
Hati Maria terperangah melihat jalan-jalan
beraspal.
Toserba mewah.
Tangsi tentara Romawi raksasa.
Dengan nama Mark Antony
Tiba-tiba maria terjatuh kesakitan.
Sambil mengusap-usap perutnya
Yang kian membesar.
Ia memandang Yusuf dan pelan berkata :
Maria : Sudah seharian anakku ini belum makan.
Narator II : Yusuf sangat cemas.Ia membopong tubuh
maria.
Melewati tembok-tembok Betlehem.
Peternakan biri-biri yang tersohor.
Persis didepan Gereja, Yusuf menghentikan
langkahnya.
Maria Yusuf terkesima melihat tempat ibadah ini.
Sangat luas atapnya.
Dan puncaknya diselubungi emas murni.
Diluar, hiasan warna warni tampak cantik.
Lilin-lilin kecil mengelilingi pohon terang.
Bersinar memancar keluar.
Layaknya seperti pesta perayaan tahunan.
Maria bertanya dalam hatinya lalu bergumam :
Maria : Sepertinya aku kenal perayaan ini ,
..tetapi .
Narator II : Lalu Maria memperhatikan orang-orang yang
Sedang menikmati makan besar.
Maria terus berfikir. Tetapi air liurnya menetes. Perutnya makin lapar.
Maria-Yusuf menghampiri koster
Dengan stelan jas lengkap berdasi.
Sesaat koster meneliti tubuhnya yang lusuh
Dan berbau, lalu berkata :
Koster : Kamu mau apa ??
Pendeta sedang makan bersama para
Undang dan ini bukan jam bicara.
Maria : Maaf saya lapar.
Berilah saya sepotong roti.
Koster : Baiklah. Kamu boleh tunggu.
Aku Tanya apa pendeta ada waktu.
Narator I : Maria-Yusuf menunggu sambil blingsatan
kepanasan.
Setengah jam baru pendeta datang
kepadanya.
Setelah mengorek sisa makanan dari giginya.
Ia menyalakan cerutu lalu bertanya :
Pendeta : Kamu perlu apa ?
Narator I : Asap cerutu mengepul dari mulutnya.
Jam nya bermerk Rolex.
Maria-Yusuf menjawabnya :
Maria : Mau minta makan.
Pendeta : Oh.. Maaf. Makanan dimeja sudah habis.
Dan lagi itu khusus untuk jemaat kami.
Maria : Tolonglah , saya sangat lapar.
Pendeta : Apa kata jemaat saya nanti.
Pakaian mu yang kumal dan berbau
Mengganggu orang yang sedang berpesta.
Bisa-bisa , mereka muntah karena pakaianmu
Yang lusuh dan bau itu.
Narator II : Maria-Yusuf diam sambil menunduk.
Satu detik tanpa suara.
Lalu pendeta kembali bersuara:
Pendeta : Siapakah pemuda ini.
Sambil menunjuk kearah Yusuf
Maria : Namanya Yusuf dari Daud.
Pendeta : Apakah dia suamimu ?
Maria : Bukan. Dia Tunangan saya.
Narator I : Pendeta krenyutkan alisnya. Mukanya
mengkerut
Pendeta : Tunanganmu ??
Lalu bagaimana kau sudah hamil.
Maria : Ini pekerjaan roh kudus.
Narator II : Mendengar ini Pendeta mundur dua tindak.
Sambil tertawa.
Akhirnya agak keder ia kembali bersuara :
Pendeta : Belum nikah, Kau sudah hamil ??
Kau berdua pasti berzinah.
Dan terbujuk rayuan IBlis
Maria : Tidak. Roh Kudus turun kepadaku.
Pendeta : OHH Tuhan !
Lihatlah kau pasti berbohong.
Kau melanggar perintah Tuhan !
Kau telah berzinah !!
Oh Tuhan..
Maria : Oh.. Tuhan ! Oh Tuhan !!
Bapa. Dengarkan saya.
Saya tak butuh nasehat khotbahmu.
Yang nyata saya kelaparan.
Saya butuh makan.
Bukan Khotbahmu ..!
Narator II : Dan muka Pendeta menjadi merah padam.
Matanya Melotot sambil membentak :
Pendeta : BEDEBAH..!
Kamu galak seperti beruang.
Barangkali kami sinting.
Disini tak ada roti untukmu
Kamu mesti pergi , sekarang juga !
Maria : ( Ia melimpahkan segala yang baik
Kepada orang yang lapar dan menyuruh orang
Kaya , pergi dengan tangan hampa.
Maria Yusuf namaku.
Anak perawan lautan kasih
Dari Nazareth )
Narator I : Waktu senja telah tiba
Malam.
Bintang.
Cemara.
Lapar.
Lelah.
Perjalanan.
Bagai gurun pasir.
Kota para handai Daud.
Maria- Yusuf menghampiri pemilik motel, ia
berseru :
Maria : Adakah tempat menginap bagi kami ?
Motel : Maaf , tempat ini mahal dan semua sudah
dibooking.
Narator II : Dari satu motel ke motel yang lainnya.
Maria sudah merasa akan melahirkan.
Mereka terus mencari tempat untuk menginap.
Maria : Adakah tempat menginap bagi kami ??
Pemilik Rumah : Maaf. Rumah kami sangat kecil.
Tak ada kamar yang luang
Narator II : Dengan perasaan kalut dan sedih
Mereka tinggalkan kota itu dan mencari tempat
Disalah satu goa para gembala.
Maria : Adakah tempat menginap bagi kami ?
Narator II : Silahkan masuk, jawab kawanan gembala.
Tempat ini memang tak bagus bagi Maria-
Yusuf , tetapi disana , ada tumpukan jerami.
Dan Palungan.
Dan api yang hangat.
Dan anak Maria , Putra Allah Lahir
Bayi mungil terbungkus kain Lampin
Bintang bintang gemerlapan.
Sorak-sorai malaikat Sorga
Kidung Pujian para gembala.
Sujud sembah tiga raja dari timur
Dan perjalanan itupun berakhir
Maria : ( Ia menurunkan orang orang yang berkuasa
dari tahtanya, dan meninggikan orang-orang
yang rendah. Maria-Yusuf Namaku.
Anak perawan lahir domba yang manis.
Domba korban segala umat manusia)
Pambudi Nugroho Dapur Teater PRPO 1995